Baru-baru ini, kembali mencuat larangan perayaan natal di Sumbar bagi umat Kristiani menjadi perbincangan hangat. Banyak pihak yang menyayangkan jika keputusan melarang natal di Sumbar dinilai melanggar hak sebagai warga negara Indonesia. Sebenarnya larangan ini tidak terjadi sekarang tapi sudah berlangsung sejak lama yakni pada tahun 1985. Pada awal tahun 2000, sekelompok warna di Nagari Sikabau, Sumbar menolak jika dilakukan perayaan natal dan kemudian membakar rumah yang dijadikan tempat kebaktian tersebut. Karena tindakan itulah yang membuat umat Katolik yang berada di Kampung Baru tidak diperbolehkan untuk merayakan Natal bersama-sama sejak tahun 2004 hingga tahun 2018. Sebenarnya, ketua umum dari Stasi Katolik di daerah tersebut sudah berupaya melakukan koordinasi dengan pemerintah maupun kelompok masyarakat yang ada di daerah tersebut bahkan sudah melapor ke komnas Ham pada tahun 2018. Tapi tidak ada respon dari Pemkab Dharmasraya. Nasib sama juga dialamii oleh tiga denominasi dari Nagari Sungai Tambang. Karena mereka juga dilarang beribaadh secara bersama-sama di awasan yang sering terjadi masalah antaragama di tiap tahunnya.
Fakta-Fakta Dibalik Larangan Natal yang Terjadi di Sumbar
Menurut informasi seputar sumbar, sebenarnya Pemerintah Kabupaten Dharmasraya tidak pernah melarang warganya untuk melaksanakan ibadah sesuai keyakinan dan gamanya masing-masing. Budi Waluyio selaku kabag Humas Pekkab Dharmasraya mengatakan jika pihaknya sangat menghargai kesepatan yang dilakukan antara tokoh masyarakat dari Nagari Sikabau dengan umat kristiani yang merupakan warga transmigrasi dari Kampung Baru. Kedua pihak sudah bersepakat untuk tidak melarang melakukan ibadah sesuai agama dan kepercayaan masing-masing apabila dilakukan di rumah. Tapi jika ibadah sifatnya berjemaah atau bahkan mendatangkan jemaah dari tempat yang lain sudah tentu harus dilakukan di tempat peribadatan yang resmi.
Yuswir Rifin yang saat itu menjabat menjadi Bupati Sijunjung sudah mendapatkan solusi terkait adanya pelarangan perayaan Natal dan Tahun Baru di Sumatera Barat. Dan sama dengan hal itu, Bobby Roespandi yang merupakan Kesbangpol dari Kabupaten Sijunjung juga menyatakan bahwa Pemkab membantah jika ada pelarangan beribadah maupun natalan di Sumbar. Berdasarkan hasil rapat, Pemkab Sijunjung menegaskan jika pihaknya akan terus berupaya agar antarumat beragama di Sumbar tetap terjaga kerukunannya dan mengindari terjadinya permasalahan atau konflik horizontal yang dilakukan oleh antarpemeluk agama.
Karena kabar larangan natal di Sumbar ini pihak Komnas HAM mendesak Irwan Prayitno yang merupakan Gubernur Sumbar untuk tegas terkait polemik yang melarang perayaan natal ini. karena warga negara Indonesia memiliki hak melakukan ibadah sesuai agamanya masing-masing. Taufik selaku komnas HAM juga sudah mengirim surat ke kepala daerah dari Kabupaten Dharmasyaraya dan juga Kabupaten Sijunjung dan meminta kopilisian yang berada di tempat tersebut agar menjamin serta melindungi umat kristiani pada saat melakukan ibadah di tempat tersebut.
Tanggapan Beberapa Tokoh Indonesia Terkait Pelarangan Ibadah Natal di Sumbar
Adanya pelarangan dalam melaksanakan ibadah natal bagi umat kristiani di Sumbar menimbulkan polemik panas. Karena itu, beberapa tokoh penting Indonesia turut berkomentar misalnya saja Mahfud MD. Mahfud MD yang merupakan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan HAM menegaskan jika pelarangan ibadah natal di Sijunjung dan Dharmasraya tengah melakukan proses penyelesaian. Mahfud menilai jika setiap orang punya kebebasan dalam menjalankan ibadah sesuai agama dan keyakinan masing-masing. Selain itu, ada Yenny Wahid yang merupakan putri kedua dari Gusdur dimana ia meminta pemda di daerah setempat harus bertindak terkait adanya aturan yang melarang perayaan natal di kedua kabupaten di Sumbar.